Rabu, 22 November 2017

Kepadamu awan-awanku, juga hujan. salam rindu.



Bulan desember,
Hujan lebih sering mengunjungiku, entah itu pagi, siang, malam, bahkan fajar.
Mana bisa pula ku larang, ini memang bulannya bukan ?
Ia sering dimaki-maki karena menggangu aktifitas semua orang. Ia juga sedikit tersinggung akan ucapan manusia. Ia mengadu kepadaku 
"Ra, manusia itu inginnya apa ? kenapa jika aku tak datang mereka mencariku. kini, aku datang. Mengapa malah aku disalahkan ?"
Aku tertawa, cukup jelas hujan memang terkadang merusak rencana semua orang, tapi dia hanya suruhan tuhan, dan bagiku hujan baik. Aku tak pernah merasa sangat dirugikan olehnya. hanya ibuku yang kesal, jemurannya tak kunjung kering.

Awan-awanku.

Hari ini kau murung, aku melihatmu mulai sendu. menghitam
Tatapanku kuat pada langit. 
Menatapi awan yang berjalan beriringan seperti menandakan ia tau aku datang.
membawa peluh yang senantiasa ku eluh-eluhka Aku memulai cerita-ceritaku padanya.
Ia cukup mengerti aku dalam keadaan seperti apapun, ia penjaga rahasia. Sangat menjaga.




Minggu, 10 Januari 2016

mati

ku berdiri lama dikuburan.
Celingak celinguk mencari nama dibatu nissan.
Ada sebuah kayu kosong tak tertera namamu. Kutaruh bunga yng ku beli di persimpangan jalan
Aku menggenang air mata, mengheningkan cipta. Mengirim doa didepannya.
Seseorang menghampiriku dan bertanya “suamimu kah yang meninggal atau bekas pacarmu yg mati?
Aku tertawa renyah "Tidak pak. Bekas pacarku belum meninggal, jasadnya masih bertebaran tapi aku yakin hatinya sudah di ambil tuhan. Hati dan pikirannya sudah meninggal. Tadi pagi ku kuburkan”
“aku turut berduka cita nak. Semoga jasadnya segera menyusul hatinya dalam damai” ujarnya

like it here

This is tiring 
still, Can I be yours for a day 
a day..

Minggu, 02 November 2014

musium

Aku bagai musium gantung.
Menyimpan berbagai kenangan masa lampau, sedang tak seorang pun mengunjunginya.
Aku bagai musium, aku manusia patung.
Mengumpat dalam hati, memaki diri, setan apa aku ini? Menyimpan semuanya sendiri.

Sedang aku sendiri tak pernah memungut kenangan itu di beranda
Sedang aku sendiri tak dapat membedakan pintu depan dan pintu belakang rumah kita.

Tapi tak apalah. Aku manusia, menjelma patung.

Malam menjelma arjuna, dingin merundunginya
Ia berjalan mengunjungi rumah-rumah, tak jarang ku lihat ia meniduri anak kepala desa, menjelma dewi bulan katanya. Ia hanya mampir menghangatkan tubuhnya

Seperti aku, meminta kehangatan tiap kali menatapnya.
Tapi tak apalah. Dia hanya malam, menjelma khayalan

Cinta menjelma kamu, atau kamu menjelma cinta
kata malam kau lah yang memungut benda-benda antik, kenangan-kenangan pahit, kisah-kisah romantis, lukisan-lukisan cumbu, foto-foto tubuh, tanah basah, dan  air mata di beranda lalu kau simpan padaku, menjadikan aku musium pribadimu

Di paruh waktu, ketika dewi bulan melahirkan anak malam
aku menjelma kamu,

Tapi tak apalah, cinta memang seperti kau.
Melahirkan anak-anak malam dan anakku, yang potret tubuh mereka kau abadikan didalam musiummu.
AKU.

Senin, 29 September 2014

rabu biru

Ada goresan-goresan sajak di atas meja, terluka.
Ada rautan pensil bertebaran di bawah kursi, sepi
Ada lukisan-lukisan miring di kamar mandi, bertanya "hampa?"

Kau berlari ke hutan, sesaat aku mengeluhkan suara -suara kesunyian.
"Mereka datang" katamu.
Tapi kita berdua diam. Kita terpaku dalam angan. Dan kau lari kearah berlawanan

Ada hujan di jalan belokan didalam hutan yang sering kita jumpai kala kemarau.
Aku bertanya padanya "hujan, apakah kau masih melihat embun yang di tinggalkan kekasihku seperti biasanya?"
Hujan malah bertambah deras. Ia tak perduli pdaku, ia tak menghiraukan dingin disekujur tubuhku.

Setelah itu, jalan yang biasa kita lewati setelah hujan, menghilang.
berikut kau yang gembira menyambut sepi

Dan hujan tetap membasahiku dalam ngeri perpisahan, seolah ia mengerti, seolah ia ingin merasakan tangisku. Seolah ia pula menghapusnya.
Seolah ia membasahi hatiku.

Rabu.

Senin, 14 Juli 2014

sementara

izinkan aku sebentar saja menaruh peluh didadamu
biarkan aku berdendang rindu
aku ingin menikmati senja kita
yang tak pernah kita lewati bersama, tapi terlukis saja.
Kita kira seperti itu cinta.

biarkan hujan deras malam ini, sayang
biarlah lara terbawa arusnya
tetaplah dalam hangat dekap ini
dan ijinkan aku mencumbu asa dan peluh kita dengan berani
biarkan rasa berapi-api. Rindu, lupakanlah ..

Kita berdua tau, janji temu dengan perpisahan
biarlah kakimu pergi jauh, tapi hatimu jangan
untuk sementara waktu berkelena lah kau sampai jauh
biarlah kau gapai angan dan mimpimu
kejarlah bahagiamu yang bukan hanya aku
dan bawalah secerca cinta di dadaku agar jika suatu saat dunia meninggalkanmu dan kesedihan menghampirimu, kau tau jalan kembali pulang ke rumah ........Aku.

izinkan kita, izinkan waktu, biarkan jauh,

sementara.